Senin, 24 Desember 2012

Kemuliaan Orang Berilmu

Tiga wasilah ilmu dalam hidupku




HILANGNYA ILMU KARENA WAFATNYA ORANG BERILMU
 
Orang alim atau ulama adalah orang yang memahami dan menguasai ilmu Al-Qur’an dan hadits, yang merupakan pedoman hidup umat manusia. Seorang ulama adalah panutan bagi kaumnya, karena baik buruknya sekelompok kaum tergantung ulamanya. Karena ulama adalah pewaris nabi. Firman Allah QS. An-Nisaa ayat 59 :
 
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Dari ayat tersebut jelas sekali bahwa jabatan seorang ulama itu sangat penting sebagai pengganti para Nabi, untuk menyampaikan ajaran islam, sebagaimana yang telah Nabi lakukan sebelumnya. Karena para ulama lah yang lebih dekat dengan Nabi dan lebih takut kepada Allah.

Firman Allah QS. Fathir:28

Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
Al-imam Ibnu katsir rahimakumullah menjelaskan : yakni, hanya yang khasy-syah terhadapNya dengan sebenarnya adalah para ulama yang mengenalnya / berilmu tentangNya. Karena setiap kali ma’rifah (pengenalan) terhadap dzat Yang Maha Agung, Maha Kuasa, Maha Berilmu, Yang memiliki sifat-sifat kesempurnaan dan nama-nama yang indah, bila ma’rifah terhadapNya semakin sempurna dan ilmu tentangNya makin lengkap, maka makin bertambah besar dan bertambah banyak pula khasy-yah terhadapNya. Seorang yang memiliki sifat khasy-yah terhadapNya adalah orang yang yang berhak mendapat kemuliaan dariNya. Sebagaimana FirmanNya :
“Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha terhadapNya, yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang khasy-yah (takut) kepada rabbNya”
Sungguh para ulama merupakan pelita bagi umat. Keberadaan mereka sangat penting dalam membimbing dan mengarahkan umat ini ke jalan hidayah, dengan berpedoman kepada Al-Quran dan As sunnah berdasarkan pemahaman para generasi as salafushshalih. Mereka adalah orang-orang terpercaya, pewaris para nabi yang mengemban tugas besar menjaga agama ini dari berbagai penyelewengan dan penyimpangan. Rasulullah saw bersabda,
عن عبد الله بن عمروينا الينا اليعاص رضي الله عنهما قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : إن الله لا يقبض العلم النتزاعا ينتزعه من العباد، ولكن يقبض العلم يقبض العلماء حتى إذا لم يبق عالما إتخد الناس رؤسا جها لا فسئلو، فافتوا بغير علم، فضلوا واضلو. (روه البخاري ومسلم)
Artinya :  “Dari Abdullah amru ra berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : Allah mengangkat ilmu dari hati hamba, akan tetapi mengangkat ilmu dengan mengambil para ulama sehingga tiada tersisa, dan menyisakan penguasa yang jahil yang berfatwa tanpa ilmu, maka sungguh sesat lagi menyesatkan”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim : 98, 4828).
Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Setelah beberapa waktu lalu kaum muslimin kehilangan tiga ‘ulama besar dalam waktu yang tidak begitu lama yaitu : Asy Syiakh Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-albani rahimallah, samahatusy syaikh Al-‘allamah ‘Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baz rahimallah, dan Fadhilatusy syaikh Faqiqul ‘Ashr Muhammad bin shalih Al-‘Utsaimn rahimallah. Sungguh umat ini terpukul berat dan sangat merasa kehilangan atas meninggalnya para ulama tersebut. Karena meninggalnya mereka berarti hilangnya ilmu.
Sahabat Abdullah bin mas’ud ra berkata : tidak akan datang suatu masa atas kalian melainkan masa yang akan datang tersebut lebih buruk dari pada masa sebelumnya hingga datang hari kiamat. Maksudnya, bukanlah kelapangan hidup yang diterimanya atau harta yang didapatnya (lebih sedikit). Akan tetapi, masa yang akna datang itu lebih sedikit ilmunya daripada masa yang telah lalu. Apabila ulama telah pergi dan semua manusia merasa sama rata, akibatnya tidak ada lagi yang memerintahkan kapada yang ma’ruf dan mencegah dari mungkar. Saat itu lah mereka binasa.

Kajian Tafsir

Tafsir Surah Ali ‘Imran (52-54): Kaum Hawari: Penolong Nabi Isa  

www.majalah-alkisah.com Setiap nabi memiliki penolong di kalangan umatnya dalam menyampaikan dakwah ke jalan Allah dan menegak­kan­nya. Salah seorang nabi yang para pe­nolongnya diceritakan dalam Al-Qur’an adalah Nabi Isa. Ayat 52 dan 53 surah Ali ‘Imran yang akan kita kaji berikut ini meng­­isahkan ihwal kaum Hawari (ja­mak­nya Hawariyyun atau Hawariyyin), para pe­nolong beliau itu. Sedangkan kan­dung­an ayat 54 menegaskan bah­wa, mes­kipun orang-orang kafir berusa­ha mem­per­daya­kan Nabi Isa dan ingin mem­bunuh­nya, Allah menyelamatkan­nya dan mem­balas tipu daya mereka. Ma­rilah kita perhatikan ayat-ayat terse­but dan kita simak pula penafsiran yang disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya.


Allah SWT berfirman:

Maka tatkala Isa mengetahui keing­kar­an mereka (Bani lsrail), berkatalah dia, “Siapakah yang akan menjadi pe­nolongku untuk (menegakkan agama) Allah?”

Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab, “Kamilah penolong-penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang berserah diri. Ya Tuhan Kami, Kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan kami telah mengikuti Rasul, karena itu ma­sukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (ten­tang keesaan Allah).” Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah mem­balas tipu daya mereka itu, dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.

Firman Allah Ta‘ala yang artinya, “Tatkala Isa mengetahui keingkaran me­reka,” yakni tatkala Nabi Isa merasa­kan bahwa mereka tetap dalam kekafiran dan terus-menerus dalam kesesatan, maka ia berkata, “Siapakah yang akan menjadi penolongku dalam dakwah ke­pada Allah?” Maksudnya, siapakah yang akan menolongku dalam dakwah kepada Allah?
Ini sebagaimana yang Nabi SAW katakan pada musim haji sebelum beliau berhijrah, “Siapa orang yang akan me­nolongku sehingga aku dapat menyam­paikan perkataan Tuhanku, karena kaum Quraisy telah mencegahku dari menyampaikan perkataan Tuhanku.”
Demikianlah, sampai beliau menda­pat­kan orang-orang yang membantu dan menolong beliau, dan beliau berhij­rah ke tempat mereka, yakni ke Madi­nah, tempat penolong beliau (kaum Anshar) berada.
Kemudian dalam ayat selanjutnya di­katakan yang artinya, “Kaum Hawari ber­kata, ‘Kamilah penolong-penolong Allah. Kami beriman kepada Allah dan persaksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri. Ya Tuhan kami, kami beriman kepada apa yang Engkau turunkan dan kami pun mengikuti Rasul. Karena itu, masuk­kan­lah kami ke dalam orang-orang yang memberikan kesaksian’.”
Berkaitan dengan firman Allah yang artinya, “Karena itu, masukkanlah kami ke dalam orang-orang yang memberi­kan kesaksian,” Ibnu Abi Hatim meri­wayatkan dari Ibnu Abbas RA, ia ber­kata, “Yakni bersama umat Muhammad SAW.”
Kemudian Allah Ta‘ala berfirman ten­tang segolongan Bani Israil yang ber­niat menyerang Isa AS, bermaksud men­celakakan, dan menyalibnya. Yaitu, tatkala mereka sudah demikian benci kepadanya dan mengadukannya ke­pada raja pada masa itu yang kafir. Me­reka mengadukan, “Ada seorang laki-laki yang menyesatkan manusia, mema­lingkan mereka dari menaati raja, dan me­rusak rakyat, serta dia pun anak pe­zina.” Demikianlah sampai mereka da­pat membangkitkan kemarahan raja. Maka ia pun mengirim orang untuk me­nangkap dan menyalib Isa.
Setelah mereka mengepung rumah­nya dan mereka menyangka telah ber­hasil untuk menangkapnya, Allah Ta‘ala menyelamatkan Isa dari kepungan me­reka, mengangkatnya ke langit, serta menyerupakan salah seorang penge­pung dengan Isa sehingga mereka me­yakini bahwa orang itu adalah Isa sung­guhan, padahal bukan. Maka mereka pun menangkap, menghinakan, menya­lib, dan memaku pasak di kepala orang yang mereka sangka sebagai Isa. Yang demikian ini merupakan tipu daya Allah terhadap mereka. Sesungguhnya Dia telah menyelamatkan nabi-Nya ser­ta mengangkatnya dari tengah-tengah mereka, dan membiarkan para penge­pung itu berada dalam kesesatannya.
Mereka meyakini bahwa mereka telah mendapatkan apa yang mereka cari. Allah membiarkan hati mereka ke­ras dan me­nentang kebenaran, dan me­reka kemudi­an terus berada dalam ke­hinaan hingga hari akhir kelak. Karena itulah, kemudian Allah berfirman yang artinya, “Mereka mem­buat tipu daya dan Allah pun memba­las tipu daya mereka. Dan Allah adalah sebaik-baik pembalas tipu daya.”

Minggu, 23 Desember 2012

Berwirausaha dengan Tuhan yang Maha Kaya (Allah SWT)



“Manusia tempat salah dan lupa”. Dari kalimat tersebut sudah jelas bahwa manusia merupakan makhluk yang lemah dan tidak memiliki kemampuan apa-apa di kala menghadapi keadan yang demikian. Namun meski kita sebagai manusia yang memiliki kelemahan juga memiliki kelebihan yang makhluk lain seperti malaikat tidak memilikinya, akal dan nafsu. Maka dari itulah sebagai manusia yang memiliki akal harus mampu mengendalikan nafsu yang selalu mengarah pada hal-hal yang keji. Beda dengan malaikat yang hanya memiliki akal dan tidak memiliki nafsu. Memang terkadang akal dan nafsu sering berlawanan. Kadang akal yang menang, kadang pula nafsu yang menang.

Dalam berbuat kebaikan biasanya yang paling dominan adalah nafsu yang didahulukan. Sehingga perasaan untuk melakukan kebaikan selalu gagal jika nafsu yang sering mendominasi akal. Namun, jika manusia sadar dengan kabiakan itu, maka nafsu akan terkalahkan. Tentunya kita harus menggunakan akal untuk berpikir lebih kritis menghadapi nafsu yang selalu menguasai berbagai situasi dan kondisi.

Selain itu pula untuk lebih mendominasikan akal daripada nafsu kita harus memperbanyak mendapat nasehat sebagai penggugah jiwa agar selalu untuk melakukan kebaikan untuk sesama. Nasehat dan penyadaran diri ini bisa kita dapatkan dari orang-orang yang ahli dalam memberikan fatwa dan siraman-siraman jiwa agar menyadari bahwa kita sebagai manusia harus saling berbuat kabaikan.

Memang sangat banyak hal-hal yang bisa mendominasikan akal daripada nafsu selain nasehat-nasehat dari ulama’ dan ahli nasehat jiwa. Kita juga bisa mendapat nasehat yang baik dari berbabagai buku-buku literatur yang inspiratif mengenai berbuat baik antar sesama. Salah satunya yaitu buku yang ditulis oleh Haji Lalu Ibrohim M.T. dengan judul Tijaratan Lan Tabur Perniagaan Tiada Rugi yang berisi kisah-kisah inspiratif tentang keajaiban sedekah dan bahaya sifat kikir yang sering dilakukan oleh umat manusia.

Sebagai pengingat dan pengetuk hati kita dikisahkan dalam buku ini bahwa sejak zaman dahulu ada pasangan keluarga yang miskin. Namun, cahaya keimanannya masih terpancar begitu cerah dari keluarga tersebut. Mereka sering melakukan puasa Asyura’. Pada suatu hari ketika akan berbuaka puasa, kepala keluarga tersebut mencari rezeki ke toko-toko untuk berbuka nanti pada waktu maghrib. Dia mengahampiri salah satu toko, kemudian pemiliknya dengan senang hati membuka pintunya, dia menyangka yang datang pembeli. Namun karena yang datang hanyalah seorang pengemis perhatiannya kurang.

Pada saat itulah pengemis meminta satu dirham untuk dibelikan makan buka bersama keluarganya. Namun sayang, permintaannya sia-sia belaka, hingga lelaki itu menangis. Lalu dilihatlah lelaki miskin itu oleh salah satu pemiliki toko sebelah, yaitu orang Yahudi. Kemudian orang Yahudi itu memberi sepuluh dinar untuk lelaki miskin itu. Pada suatu malam pemiliki toko yang pelit dan orang Yahudi itu bermimpi yang sama. Bahwa sebenarnya pemiliki toko yang kikir itu ditakdirkan masuk surga, namun karena tidak memberi shadakah hingga pengemis itu menangis maka surga yang menjadi bagiannya kini dihapus dengan kucuran air mata pengemis tadi, dan digantikan pada orang Yahudi yang memberi sepuluh dinar pada lelaki miskin tadi.

Kemudian orang yang kikir itu mendatangi orang Yahudi yang bersedekah sepuluh dinar pada lelaki miskin itu dan menanyakan berapa jumlah uang yang telah diberikan akan diganti dengan uang yang labih banyak lagi. Namun sayang, orang Yahudi itu tidak mau karena dia tahu sudah mendapat jaminan surga dari mimpinya. Sehingga dengan mimpi itulah orang Yahudi tersebut masuk agama Islam (Hal. 11-18).

Dari kisah tersebut betapa sangat merugi orang-orang yang tidak mau bersedekah dan saling berbagi antar sesama, terutama bagi mereka yang sangat membutuhkan bantuan untuk ibadah dan keberlangsungan hidup. Bersedekah tidak akan mengurangi harta sedikitpun, karena jika harta kita digunakan untuk bersedekah akan berkembang dengan mendapat balasan (rezeki) dengan perantara alam yang lainnya sejak hidup di dunia. Selain itu pula setelah kita mati dan berada di akhirat harta yang kita bagikan akan kembali dengan berlipat ganda.

Dari kisah-kisah dalam buku ini pembaca akan diajak akan lebih sadar mana yang lebih banyak manfaatnya bagi kehidupan di dunia dan khususnya kelak di akhirat yang kekal selamanya, yaitu agar bersedekah. Nafsu akan melarang kita bersedekah, namun dengan akal itulah kita harus mampu berpikir lebih kritis dan kreatif mengahadapi nafsu yang hanya akan membawa kita pada kerugian besar. Terkadang hati kita terketuk dengan membaca buku-buku inspiratif yang bisa memberi semangat untuk hidup bersama, saling berbagi apa yang kita miliki di dunia sebagai bekal untuk kehidupan kelak di kala sudah meninggal dunia.

Buku karya Haji Lalu Ibrohimi M.T. ini berisi serumpun cerita tentang orang-orang yang memiliki keyakinan dalam berniaga dengan Tuhannya. Mereka meminjami Allah dengan bersedekah, mereka pun mendapat balasan yang jauh lebih melimpah. Kisah-kisah dalam buku ini akan memberi pemantapan rasa percaya bahwa Allah tak akan pernah melupakan sedekah kita. Bahwa selalu ada ganjaran dari uluran tangan yang penuh keikhlasan.

Gema Santri



Kisah Nyata: Subhanallah…, Santri ‘Nakal’ Itu Akhirnya Jadi Wali!

Manaqib Kiyai Kholil Bisri Rembang  (Teronggosongized)
Oleh: Yahya C. Staquf

FRAGMEN I: SANTRI MBELING DI LIRBOYO
Sewaktu mondok di Lirboyo, partner mbeling terdekat Kyai Kholil adalah Gus Mik (Kyai Hamim Jazuli). Pernah, ditengah pelajaran Madrasah, Santri Kholil yang tempat duduknya didekat jendela, disapa Gus Mik dari luar.
“Keluar, Gus!” kata Gus Mik, setengah berbisik.
“Ada apa?”
“Nonton bioskop… ada filem bagus!”
Santri Kholil ragu,
“Masih pelajaran ini…”
“Lompat saja!”
Ketika guru menghadap papan tulis, Santri Kholil melompat keluar dari jendela. Santri-santri lain tak berani menegur tingkah gus-gus itu.
Jauh di belakang hari, ketika Gus Mik sudah melejit reputasinya sebagai seorang wali keramat yang khoriqul ‘aadah, ditengah-tengah Konbes NU di Pondok Pesantren Ihya ‘Ulumuddin, Kesugihan, Cilacap, seorang kyai Kediri yang dulunya juga anggota geng santri mbeling di Lirboyo mendatangi Kyai Kholil di penginapan.
“Dapat salam dari Gus Mik, Gus”.
“Lhah, dia nggak ikut Konbes?”
“Datang sih…”
“Mana orangnya? Kok nggak nemuin aku?”
“Nggak mau. Sampeyan tukang nggasak (tukang meledek) sih… kalau sampeyan ledek, bisa-bisa badar (gagal) kewaliannya…”
***
FRAGMEN II: WALI ANYAR (WALI BARU)
Suatu kali, Mbah Lim (Kyai Muslim Rifa’i Imam Puro, Klaten) yang terkenal wali, datang mengunjungi Gus Mus. Seorang pendhereknya (santri yang mengikutinya) diutus untuk memberi tahu Kyai Kholil.
“Mbah Lim ada di rumah Gus Mus, ‘Yai”, kata si pendherek, “panjenengan dimohon menemui…”
“Nggak mau! Sama-sama walinya kok!”
Setelah dilapori, Mbah Lim segera beranjak menemui Kyai Kholil. “Sesama wali” berangkulan sambil tertawa-tawa.
“Wali anyar… wali anyar…”, kata Mbah Lim, “bodong ‘ki… bodong ‘ki…”
***
FRAGMEN III: VOTING
Konbes NU di Bandarlampung kebingungan memilih Rais ‘Aam baru. Kyai Achmad Shiddiq telah wafat, Kyai Ali Yafie mengundurkan diri. Kyai Yusuf Hasyim, calon terkuat, didelegitimasi keponakannya sendiri.
“Pak Ud itu bukan ulama, tapi zu’ama”, kata Gus Dur, “beliau termasuk santri korban revolusi… ngajinya kocar-kacir!”
Konbes pun kehilangan arah.
Dikerumuni wartawan, Kyai Kholil melontarkan statement,
“Istikhoroh saja!”
“Bagaimana caranya?” wartawan bertanya.
“Pilih 40 orang kyai ahli riyadloh (tirakat). Beri kesempatan mereka beristikhoroh. Sesudah itu, saling mecocokkan isyaroh yang didapat masing-masing…”
Wartawan tak puas,
“Kalau diantara 40 kyai itu hasil istikhorohnya berbeda-beda bagaimana?”
Jawaban Kyai Kholil mantap:
“Ya divoting!”
terong gosong
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...